Gambaran Klinis
Demam yang akut, selama 2 hingga 7 hari, dengan 2 atau lebih gejala ? gejala
berikut : nyeri kepala, , nyeri otot, nyeri persendian, bintik-bintik pada
kulit sebagai manifestasi perdarahan dan leukopenia.
Kriteria Untuk Diagnosa Laboratorium
Satu atau lebih dari hal-hal berikut :
Isolasi virus dengue dari serum, plasma, leukosit ataupun otopsi.
Ditemukannya anti bodi IgG ataupun AgM yang meningkatkan tinggi titernya
mencapai empat kali lipat terhadap satu atau lebih antigen dengue dalam
spesimen serta berpadangan.
Dibuktikan adanya virus dengue dari jaringan otopsi dengan cara immunokimiawi
atau dengan cara immuno-flouresens, ataupun didalam spesimen serum dengan uji
ELISA
Dibuktikan dengan keberadaan gambaran genomic sekuen virus dari jaringan
otopsi, sediaan serum atau cairan serebro spinal (CSS), dengan uji Polymerase
Chain Reaction ( PCR).
Klarifikasi Kasus
Dicurigai sebagai kasus : Yaitu kasus yang jelas dengan melihat gejala
klinisnya.
Kemungkinan sebagai Kaus : ialah kasus yang menunjukkan gejala klinis dan
didukung oleh satu atau lebih dari ;
Uji serologi berupa munculnya titer anti bodi dengan hemaglutinasi ? inhibisi
1280 atau lebih yang sebanding dengan titer positif IgG dengan uji ELISA,
ataupun titer positif zat anti bodi IgM pada fase akhir yang akut pada fase
konvalesens.
Munculnya kasus DD lain dilokasi dan waktu yang sama
Kasus yang Pasti : ialah kasus yang secara klinis benar, serta didukung pula
kebenarannya secara laboratoris.
Kriteria Untuk Demam Berdarah Dengue (DBD) dan Sindrom Syok Dengue (SSD)
Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah kasus tersangka ataupun kasus yang pasti
dari dengue dengan kecenderungan perdarahan disertai adanya satu atau lebih
dari hal ? hal berikut :
Tes Tourniquet yang positif.
Adanya perdarahan dalam bentuk petekiae, ekimosis atau purpura.
Perdarahan selaput lendir mukosa, alat cerna gastrrointestinal, tempat suntikan
atau ditempat lainnya.
Hematemesis atau melena
Dan trombositopenia ( < 100.000 per mm3)
Dan perembesan plasma yang erat hubungannya dengan kenaikan permiabilitas
dinding pembuluh darah, yang ditandai dengan munculya satu atau lebih dari :
Kenaikan nilai 20 % (hematokrit atau lebih tergantung umur dan jenis kelamin)
Menurunnya nilai hematokrit dari nilai dasar 20 % atau lebih sesudah
pengobatan.
Tanda ? tanda perembesan plasma ( yaitu, efusi pleura, asites, hipoproteinaemia
2. Sindrom Syok Dengue (SSD)
Mencakup semua kriteria DBD diatas ditambah lagi dengan munculnya gangguan
sirkulasi darah dengan tanda-tanda denyut nadi menjadi lemah dan cepat,
menyempitnya tekanan nadi (20 mmHg atau kurang) atau hipotesi berdasar umur,
kedinginan, keringat dingin dan gelisah.
DHF / DBD
Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Haemorrhagic Fever (DHF) adalah suatu
penyakit yang disebabkan oleh virus Dengue Famili Flaviviridae,dengan genusnya
adalah flavivirus. Virus ini mempunyai empat serotipe yang dikenal dengan
DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4.
Selama ini secara klinik mempunyai tingkatan manifestasi yang berbeda,
tergantung dari serotipe virus Dengue. Morbiditas penyakit DBD menyebar di
negara-negara Tropis dan Subtropis. Disetiap negara penyakit DBD mempunyai
manifestasi klinik yang berbeda.
Di Indonesia Penyakit DBD pertama kali ditemukan pada tahun 1968 di Surabaya
dan sekarang menyebar keseluruh propinsi di Indonesia. Timbulnya penyakit DBD
ditenggarai adanya korelasi antara strain dan genetik, tetapi akhir-akhir ini
ada tendensi agen penyebab DBD disetiap daerah berbeda. Hal ini kemungkinan
adanya faktor geografik, selain faktor genetik dari hospesnya. Selain itu
berdasarkan macam manifestasi klinik yang timbul dan tatalaksana DBD secara
konvensional sudah berubah.
Infeksi virus Dengue telah menjadi masalah kesehatan yang serius pada banyak
negara tropis dan sub tropis. Kejadian penyakit DBD semakin tahun semakin
meningkat dengan manifestasi klinis yang berbeda mulai dari yang ringan sampai
berat. Manifestasi klinis berat yang merupakan keadaan darurat yang dikenal
dengan Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) dan Dengue Shock Syndrome (DSS).
Manifestasi klinis infeksi virus Dengue termasuk didalamnya Demam Berdarah
Dengue sangat bervariasi, mulai dari asimtomatik, demam ringan yang tidak
spesifik, Demam Dengue, Demam Berdarah Dengue, hingga yang paling berat yaitu
Dengue Shock Syndrome (DSS). Dalam praktek sehati-hari, pada saat pertama kali
penderita masuk rumah sakit tidaklah mudah untuk memprediksikan apakah penderita
Demam Dengue tersebut akan bermanifestasi menjadi ringan atau berat. Infeksi
sekunder dengan serotipe virus dengue yang berbeda dari sebelumnya merupakan
faktor resiko terjadinya manifestasi Deman Berdarah Dengue yang berat atau
Dengue Shock Syndrome (DSS).
Namun sampai saat ini mekanisme respons imun pada infeksi oleh virus Dengue
masih belum jelas, banyak faktor yang mempengaruhi kejadian penyakit Demam
Berdarah Dengue, antara lain faktor host, lingkugan (environment) dan faktor
virusnya sendiri.
Faktor host yaitu kerentanan (susceptibility) dan respon imun.
Faktor lingkungan (environment) yaitu kondisi geografi (ketinggian dari
permukaan laut, curah hujan, angin, kelembaban, musim); Kondisi demografi
(kepadatan, mobilitas, perilaku, adat istiadat, sosial ekonomi penduduk).
Jenis nyamuk sebagai vektor penular penyakit juga ikut berpengaruh. Faktor
agent yaitu sifat virus Dengue, yang hingga saat ini telah diketahui ada 4
jenis serotipe yaitu Dengue 1, 2, 3 dan 4. Penelitian terhadap epidemi Dengue
di Nicaragua tahun 1998, menyimpulkan bahwa epidemiologi Dengue dapat berbeda
tergantung pada daerah geografi dan serotipe virusnya..
Untuk menegakkan diagnosa infeksi virus Dengue diperlukan dua kriteria yaitu
kriteria klinik dan kriteria laboratorium (WHO, 1997).
Pengembangan tehnologi laboratorium untuk mendiagnosa infeksi virus Dengue
terus berlanjut hingga sensitivitas dan spesifitasnya menjadi lebih bagus
dengan waktu yang cepat pula. Ada 4 jenis pemeriksaan laboratorium yang
digunakan yaitu : uji serologi, isolasi virus, deteksi antigen dan deteksi
RNA/DNA menggunakan tehnik Polymerase Chain Reaction (PCR). (Mariyam, 1999).
Wabah Dengue yang baru terjadi di Bangladesh yang diidentifikasi dengan PCR
ternyata Den-3 yang dominan. Sedangkan wabah di Salta Argentina pada tahun 1997
ditemukan bahwa serotipe Den-2 yang menyebabkan transmisinya. Sistem
surveillance Dengue di Nicaragua pada bulan Juli hingga Desember 1998 mengambil
sampel dari beberapa rumah sakit dan pusat kesehatan (Health Center) yang terdapat
pada berbagai lokasi menghasilkan temuan 87% DF, 7% DHF, 3% DSS, 3% DSAS. Den-3
paling dominan, Den-2 paling sedikit. Disimpulkan bahwa epidemiologi Dengue
dapat berbeda tergantung pada wilayah geografi dan serotipe virusnya.
Virus Dengue
Virus Dengue merupakan virus RNA untai tunggal, genus flavivirus, terdiri dari
4 serotipe yaitu Den-1, 2, 3 dan 4. Struktur antigen ke-4 serotipe ini sangat
mirip satu dengan yang lain, namun antibodi terhadap masing-masing serotipe
tidak dapat saling memberikan perlindungan silang.. Variasi genetik yang
berbeda pada ke-4 serotipe ini tidak hanya menyangkut antar serotipe, tetapi
juga didalam serotipe itu sendiri tergantung waktu dan daerah penyebarannya.
Pada masing-masing segmen codon, variasi diantara serotipe dapat mencapai 2,6 ?
11,0 % pada tingkat nukleotida dan 1,3 ? 7,7 % untuk tingkat protein (Fu et al,
1992). Perbedaan urutan nukleotida ini ternyata menyebabkan variasi dalam sifat
biologis dan antigenitasnya.
Virus Dengue yang genomnya mempunyai berat molekul 11 Kb tersusun dari protein
struktural dan non-struktural. Protein struktural yang terdiri dari protein
envelope (E), protein pre-membran (prM) dan protein core (C) merupakan 25% dari
total protein, sedangkan protein non-struktural merupakan bagian yang terbesar
(75%) terdiri dari NS-1 ? NS-5. Dalam merangsang pembentukan antibodi diantara
protein struktural, urutan imunogenitas tertinggi adalah protein E, kemudian
diikuti protein prM dan C. Sedangkan pada protein non-struktural yang paling
berperan adalah protein NS-1.
Vektor
Virus Dengue ditularkan dari orang ke orang melalui gigitan nyamuk Aedes (Ae.)
dari ssubgenus Stegomyia. Ae. aegypti merupakan vektor epidemi yang paling
utama, namun spesies lain seperti Ae. albopictus, Ae. polynesiensis, anggota dari
Ae. Scutellaris complex, dan Ae. (Finlaya) niveus juga dianggap sebagai vektor
sekunder. Kecuali Ae. aegyti semuanya mempunyai daerah distribusi geografis
sendiri-sendiri yang terbatas. Meskipun mereka merupakan host yang sangat baik
untuk virus Dengue, biasanya mereka merupakan vektor epidemi yang kurang
efisien dibanding Ae. aegypti. (WHO, 2000)
Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis infeksi virus Dengue pada manusia sangat bervariasi.
Spektrum variasinya begitu luas, mulai dari asimtomatik, demam ringan yang
tidak spesifik, Demam Dengue, Demam Berdarah Dengue, hingga yang paling berat
yaitu Dengue Shock Syndrome (DSS), (Soegijanto, 2000). Diagnosis Demam Berdarah
Dengue ditegakkan berdasarkan kriteria diagnosis menurut WHO tahun 1997,
terdiri dari kriteria klinis dan laboratoris. Penggunaan kriteria ini
dimaksudkan untuk mengurangi diagnosis yang berlebihan (overdiagnosis).
Kriteria Klinis
Demam tinggi mendadak, tanpa sebab jelas, berlangsung terus menerus selama 1-7
hari.
Terdapat manifestasi perdarahan yang ditandai dengan :
? Uji tourniquet positif
? Petekia, ekimosis, purpura
? Perdarahan mukosa, epistaksis, perdarahan gusi
? Hematemesis dan atau melena
? Hematuria
Pembesaran hati (hepatomegali).
Manifestasi syok/renjatan
Kriteria Laboratoris :
Trombositopeni (trombosit < 100.000/ml)
Hemokonsentrasi (kenaikan Ht > 20%)
Manifestasi klinis DBD sangat bervariasi, WHO (1997) membagi menjadi 4 derajat,
yaitu :
Derajat I:
Demam disertai gejala-gejala umum yang tidak khas dan manifestasi perdarahan spontan
satu-satunya adalah uji tourniquet positif.
Derajat II :
Gejala-gejala derajat I, disertai gejala-gejala perdarahan kulit spontan atau
manifestasi perdarahan yang lebih berat.
Derajat III:
Didapatkan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lemah, tekanan nadi
menyempit (< 20 mmHg), hipotensi, sianosis disekitar mulut, kulit dingin dan
lembab, gelisah.
Derajat IV :
Syok berat (profound shock), nadi tidak dapat diraba dan tekanan darah tidak
terukur.
Patogenesis dan Patofisiologi
Patogenesis DBD tidak sepenuhnya dipahami, namun terdapat dua perubahan
patofisiologis yang menyolok, yaitu
Meningkatnya permeabilitas kapiler yang mengakibatkan bocornya plasma,
hipovolemia dan terjadinya syok. Pada DBD terdapat kejadian unik yaitu
terjadinya kebocoran plasma ke dalam rongga pleura dan rongga peritoneal.
Kebocoran plasma terjadi singkat (24-48 jam).
Hemostasis abnormal yang disebabkan oleh vaskulopati, trombositopeni dan
koagulopati, mendahului terjadinya manifestasi perdarahan.
Aktivasi sistem komplemen selalu dijumpai pada pasien DBD. Kadar C3 dan C5
rendah, sedangkan C3a serta C5a meningkat. Mekanisme aktivasi komplemen
tersebut belum diketahui. Adanya kompleks imun telah dilaporkan pada DBD, namun
demikian peran kompleks antigen-antibodi sebagai penyebab aktivasi komplemen
pada DBD belum terbukti.
Selama ini diduga bahwa derajat keparahan penyakit DBD dibandingkan dengan DD
dijelaskan dengan adanaya pemacuan dari multiplikasi virus di dalam makrofag
oleh antibodi heterotipik sebagai akibat infesi Dengue sebelumnya. Namun
demikian, terdapat bukti bahwa faktor virus serta respons imun cell-mediated
terlibat juga dalam patogenesis DBD. (WHO, 2000).
Epidemiologi Molekuler
Infeksi virus Dengue telah menjadi masalah kesehatan yang serius pada banyak
negara tropis dan subtropis, oleh karena peningkatan jumlah penderita,
menyebarluasnya daerah yang terkena wabah dan manifestasi klinis berat yang
merupakan keadaan darurat yaitu Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) danb Dengue
Shock Syndrome (DSS).
Antara tahun 1975 dan 1995, DD/DBD terdeteksi keberadaannya di 102 negara di
dari lima wilayah WHO yaitu : 20 negara di Afrika, 42 negara di Amerika, 7
negara di Asia Tenggara, 4 negara di Mediterania Timur dan 29 negara di Pasifik
Barat. Seluruh wilayah tropis di dunia saat ini telah menjadi hiperendemis
dengan ke-empat serotipe virus secara bersama-sama diwilayah Amerika, Asia
Pasifik dan Afrika. Indonesia, Myanmar, Thailand masuk kategori A yaitu :
KLB/wabah siklis) terulang pada jangka waktu antara 3 sampai 5 tahun. Menyebar
sampai daerah pedesaan, sirkulasi serotipe virus beragam (WHO, 2000).