SUMBER :
http://semangateli.blogspot.com/2010/05/chepalgia-kronik.html
A. DEFINISI
Chepalgia adalah nyeri atau sakit sekitar kepala, termasuk nyeri di
belakang mata serta perbatasan antara leher dan kepala bagian belakang.
Chepalgia atau sakit kepala adalah salah satu keluhan fisik paling utama
manusia. Sakit kepala pada kenyataannya adalah gejala bukan penyakit
dan dapat menunjukkan penyakit organik (neurologi atau penyakit lain),
respon stress, vasodilatasi (migren), tegangan otot rangka (sakit kepala
tegang) atau kombinasi respon tersebut (Smeltzer & Bare 2002).
Chepalgia Kronik mengacu pada sakit kepala yang terjadi lebih dari 15
hari dalam sebulan – dalam beberapa kasus bahkan setiap hari – selama
tiga bulan atau lebih (Silberstein, 2005). Chepalgia kronik dapat
dikategorisasikan dalam 2 kelompok yaitu primer dan sekunder.
Chepalgia kronik primer tidak berhubungan dengan penyakit sistemik, dan
lebih sering dikaitkan dengan panjang pendeknya durasi nyeri, didasarkan
apakah seseorang memiliki episode nyeri kepala yang berlangsung
rata-rata kurang atau lebih dari 4 jam. Saat durasi nyeri kepala kurang
dari 4 jam, maka diagnosis yang berbeda dapat meliputi cluster headache,
paroxysmal hemicrania, idiopathic stabbing headache, hypnic headache,
dan short-lasting unilateral neuralgiform headache attacks dengan
conjunctival injection and tearing (SUNCT). Dan saat durasinya
berlangsung lebih dari 4 jam, maka yang termasuk dalam kriteria yang
dikeluarkan oleh International Classification of Headache Disorders
(ICHD-2) adalah chronic migraine, hemicrania continua, chronic
tension-type headache (CTTH), and new daily persistent headache (NDPH)
(Headache Classification Committee of the International Headache
Society, 2004). Sedangkan Chepalgia kronik sekunder seperti acute
headache medication overuse, head trauma, cervical spine disorders,
vascular disorders, dan disorders of intracranial pressure.
Berdasarkan survey yang dilakukan oleh Silberstein and Lipton (2001),
prevalensi Chepalgia kronik yaitu lebih banyak dialami wanita dengan
rasio perbandingan 1.8:1.
B. ETIOLOGI
Sakit kepala kronis sering berkembang dari sejumlah faktor risiko yang umum:
1. Penggunaan obat yang berlebihan.
Hampir semua obat sakit kepala, termasuk dan penghilang migrain seperti
acetaminophen dan triptans, bisa membuat sakit kepala parah bila terlalu
sering dipakai untuk jangka waktu lama.
Menggunakan terlalu banyak obat dapat menyebabkan kondisi yang disebut rebound sakit kepala
2. Stres.
Stress adalah pemicu yang paling umum untuk sakit kepala, termasuk sakit
kepala kronis. Selain itu, itu terkait dengan kecemasan dan depresi,
yang juga faktor risiko untuk berkembang menjadi sakit kepala kronis.
3. Masalah tidur
Kesulitan tidur merupakan faktor risiko umum untuk sakit kepala kronis.
Mendengkur, yang dapat mengganggu pernapasan di malam hari dan mencegah
tidur nyenyak, juga merupakan faktor risiko.
4. Obesitas.
Dokter tidak yakin persis mengapa, menjaga berat badan yang sehat
tampaknya dapat dihubungkan dengan penurunan risiko untuk sakit kepala
kronis.
5. Kafein.
Sementara kafein telah ditunjukkan untuk meningkatkan efektivitas ketika
ditambahkan ke beberapa obat sakit kepala, terlalu banyak kafein dapat
memiliki efek yang berlawanan. Sama seperti obat sakit kepala berlebihan
dapat memperburuk gejala sakit kepala, kafein yang berlebihan dapat
menciptakan efek rebound.
6. Penyakit atau infeksi,
Seperti meningitis, saraf terjepit di leher, atau bahkan tumor.
C. PATOFISIOLOGI
Sakit kepala timbul sebagai hasil perangsangan terhadap
bangunan-bangunan diwilayah kepala dan leher yang peka terhadap nyeri.
Bangunan-bangunan ekstrakranial yang peka nyeri ialah otot-otot
okspital, temporal dan frontal, kulit kepala, arteri-arteri subkutis dan
periostium. Tulang tengkorak sendiri tidak peka nyeri.
Bangunan-bangunan intrakranial yang peka nyeri terdiri dari meninges,
terutama dura basalis dan meninges yang mendindingi sinus venosus serta
arteri-arteri besar pada basis otak. Sebagian besar dari jaringan otak
sendiri tidak peka nyeri.
Perangsangan terhadap bangunan-bangunan itu dapat berupa:
– Infeksi selaput otak : meningitis, ensefalitis.
– Iritasi kimiawi terhadap selaput otak seperti pada perdarahan subdural
atau setelah dilakukan pneumo atau zat kontras ensefalografi.
– Peregangan selaput otak akibat proses desak ruang intrakranial,
penyumbatan jalan lintasan liquor, trombosis venos spinosus, edema
serebri atau tekanan intrakranial yang menurun tiba-tiba atau cepat
sekali.
– Vasodilatasi arteri intrakranial akibat keadaan toksik (seperti pada
infeksi umum, intoksikasi alkohol, intoksikasi CO, reaksi alergik),
gangguan metabolik (seperti hipoksemia, hipoglikemia dan hiperkapnia),
pemakaian obat vasodilatasi, keadaan paska contusio serebri,
insufisiensi serebrovasculer akut).
– Gangguan pembuluh darah ekstrakranial, misalnya vasodilatasi ( migren dan cluster headache) dan radang (arteritis temporalis)
– Gangguan terhadap otot-otot yang mempunyai hubungan dengan kepala, seperti pada spondiloartrosis deformans servikalis.
– Penjalaran nyeri (reffererd pain) dari daerah mata (glaukoma, iritis),
sinus (sinusitis), baseol kranii ( ca. Nasofaring), gigi geligi
(pulpitis dan molar III yang mendesak gigi) dan daerah leher
(spondiloartritis deforman servikalis.
– Ketegangan otot kepala, leher bahu sebagai manifestasi psikoorganik pada keadaan depresi dan stress.
D. MANIFESTASI KLINIS
a. Migren
Migren adalah gGejala kompleks yang mempunyai karakteristik pada
waktu tertentu dan serangan sakit kepala berat yang terjadi
berulang-ulang. Nyeri kepala berulang dengan manifestasi serangan selama
4 – 72 jam. Penyebab migren tidak diketahui jelas, tetapi ini dapat
disebabkan oleh gangguan vaskuler primer yang biasanya banyak terjadi
pada wanita dan mempunyai kecenderungan kuat dalam keluarga. Migrain
lebih sering mengenai pada usia dewasa muda, puncak insidens antara 25 –
34 tahun, 90% mengalami nyeri kepala sebelum usia 40 tahun.
Karakteristik nyeri kepala unilateral, berdenyut, intensitas sedang atau
berat, bertambah berat dengan aktivitas fisik yang rutin dan diikuti
dengan nausea dan atau fotofobia dan
fonofobia.Tanda
dan gejala adanya migren pada serebral merupakan hasil dari derajat
iskhemia kortikal yang bervariasi. Serangan dimulai dengan
vasokonstriksi arteri kulit kepala dam pembuluh darah retina dan
serebral. Pembuluh darah intra dan ekstrakranial mengalami dilatasi,
yang menyebabkan nyeri dan ketidaknyamanan.
Migren dapat dibagi menjadi 4 fase, yaitu:
– Fase Prodromal
Sebanyak 50% pasien mengalami fase prodromal ini yang berkembang
pelan-pelan selama 24 jam sebelum serangan. Gejala: kepala terasa ringan
, tidak enak, iritabel, memburuk bila makan makanan tertentu seperti
makanan manis, mengunyah terlalu kuat, sulit/malas berbicara.
– Fase aura.
Berlangsung lebih kurang 30 menit, dan dapat memberikan kesempatan bagi
pasien untuk menentukan obat yang digunakan untuk mencegah serangan yang
dalam. Gejala dari periode ini adalah gangguan penglihatan (silau),
kesemutan, perasaan gatal pada wajah dan tangan, sedikit lemah pada
ekstremitas dan pusing.
Periode aura ini berhubungan dengan vasokonstriksi tanpa nyeri yang
diawali dengan perubahan fisiologi awal. Aliran darah serebral
berkurang, dengan kehilangan autoregulasi laanjut dan kerusakan
responsivitas CO2.
Sebanyak 80% serangan migraine tidak disertai aura.
– Fase Headache
Nyeri kepala yang timbul terasa berdenyut dan berat. Biasanya hanya pada
salah satu sisi kepala tetapi dapat juga pada kedua sisi. Sering
disertai mual muntah tidak tahan cahaya (photofobia) atau suara
(phonofobia).. Durasi keadaan ini bervariasi, beberapa jam dalam satu
hari atau beberapa hari. Nyeri kepala sering memburuk saat bergerak dan
pasien lebih senang istrahat ditempat yang gelap dan ini sering berakhir
antara 2 – 72 jam.
– Fase pemulihan (Postdromal)
Periode kontraksi otot leher dan kulit kepala yang dihubungkan dengan
sakit otot dan ketegangan lokal. Kelelahan biasanya terjadi, dan pasien
dapat tidur untuk waktu yang panjang.
Patofisiologi :
1. Teori meningo-vaskuler
– Modulasi melalui kimia-biokimiawi, mekanik, ionic atau sinaptik dan
neurovaskuler akan merangsang serat saraf C serta aktivasi akson
trigemino-vaskuler .
– Semua ini mengakibatkan pelepasan bahan P (P substance), neurokinin A
(NKA), calsitonin gene-related peptide (CGRP) dan glutamat.
– Bahan P, NKA dan CGRP mengakibatkan ekstravasasi protein plasma,
sedangkan bahan P dan NKA menimbulkan vasodilatasi. Semua ini
mengakibatkan inflamasi steril dan sakit kepala.\
2. Teori biokimia
– Serotonin dan reseptor serotonin
– Magnesium
Pada serangan migren, magnesium dalam otak dan cairan serebrospinal
menurun. Pada migren dengan stress, dikeluarkan magnesium yang banyak
dalam air seni. Minuman yang mengandung estrogen, alkohol dan fosfat
dengan kadar tinggi, dpat menurunkan kadar magnesium dan mengakibatkan
serangan migren. Magnesium mempengaruhi tonus pembuluh darah.
– Bahan-bahan lain yang mempengaruhi fungsi trombosit. Misalnya
glukosa, asam lemak bebas, tiramin, feniletilamin,
fenolsulfotransferase, hormon kelamin, komplemen imunoglobulin.
3. Teori neural
– Penyebaran depresi kortikal
Terjadi bangkitan hebat dari aksi potensial yang diikuti depolarisasi
neuron dan sel glia, serta perubahan elektrolit dan keseimbangan kalium
dan natrium yang melintasi membran sel. Fenomena ini meluas secara pelan
melalui korteks, dengan kecepatan 3 – 5 mm/detik.
– Neuron dan glia
Migren adalah disfungsi neuronal. Terdapat aktifitas neuronal yang
berlebihan, dengan pelepasan kalium yang tidak dapat diatasi dengan
neuroglia.
Prinsip penanganan migrain :
1. Hindari factor factor yang memperburuk serangan migren seperti: suara
yang keras, bau yang tajam, cahaya silau, stress dan makanan makanan
seperti keju, coklate, buah sitrus dan alcohol.
2. Pada saat serangan, obat yang digunakan al:
– Analgesik biasa : aspirin dan parasetamol.
– Non steroid anti-inflamatory drugs : ibuprofen, naproxen.
– Ergotamine
– Sumatriptan
3.Untuk profilaksis digunakan:
– beta bloker : propanolol,metoprolol
– calsium antagonis : verapmil, flunarisin
– methylsergide, pizotifen dan amitriptilin.
b.Cluster Headache
Cluster Headache adalah bentuk sakit kepala vaskuler lainnya yang
sering terjadi pada pria. Frekwensi nyeri kepala cluster 0,5% dari
populasi laki-laki dan 0,1% dari populasi wanita. Nyeri kepala ini lebih
jarang dibandingkan dengan migren.
Serangan datang dalam bentuk yang menumpuk atau berkelompok, dengan
nyeri yang menyiksa di daerah mata dan menyebar kedaerah wajah dan
temporal. Nyeri diikuti mata berair, rinorhea dan sumbatan hidung.
Serangan berakhir dari 15 menit sampai 180 menit yang menguat dan
menurun kekuatannya. Periode serangan bisa berlangsung beberapa kali
perhari 1 – 3 serangan perhari, sering berakhir antara 3 – 16 minggu.
Dengan interval antara 6 bulan dan 5 tahun.
Tipe sakit kepala ini dikaitkan dengan dilatasi didaerah dan sekitar
arteri ekstrakranualis, yang ditimbulkan oleh alkohol, nitrit,
vasodilator dan histamin. Sakit kepala ini berespon terhadap
klorpromazin.
Cluster headache merupakan salah satu nyeri kepala kronik yang sering
mengganggu kehidupan seseorang dan pasien terbangun karena nyeri kepala.
Sering menyebabkan perubahan emosional seseorang.
Patofisiologi :
Focus patofisiologi di arteri karotis intrakavernosus yang merangsang
pleksus perikarotis. Pleksus ini mendapat rangsangan dari cabang 1 dan 2
nervus trigeminus, ganglia servikalis superior/SCG (simpatetik) dan
ganglia sfenopalatinum/SPG (parasimpatetik). Diperkirakan focus iritatif
di dan sekitar pleksus membawa impuls-impuls ke batang otak dan
mengakibatkan rasa nyeri di daerah periorbital, retroorbital dan dahi.
Hubungan polisinaptik dalam batang otak merangsang neuron-neuron dalam
kolumna intermediolateral sumsum tulang belakang (simpatetik) dan
nucleus salivatorius superior (parasimpatetik). Serat-serat
preganglioner dari nucleus-nukleus ini membawa impuls-impuls untuk
merangsang SCG (simpatetik) dan mengakibatkan sekresi keringat di dahi,
serta rangsangan pada SPG (parasimpatetik) untuk sekresi air mata
(lakrimasi) dan air hidung (rinorrhea).
c. Tension Headache
Stress fisik dan emosional dapat menyebabkan kontraksi pada otot-otot
leher dan kulit kepala, yang menyebabkan sakit kepala karena tegang.
Karakteristik dari sakit kepala ini perasaan ada tekanan pada dahi,
pelipis, atau belakang leher. Hal ini sering tergambar sebagai “beban
berat yang menutupi kepala”. Sakit kepala ini cenderung kronik daripada
berat. Pasien membutuhkan ketenangan hati, dan biasanya keadaan ini
merupakan ketakutan yang tidak terucapkan. Bantuan simtomatik mungkin
diberikan untuk memanaskan pada lokasi, memijat, analgetik, antidepresan
dan obat relaksan otot.
Nyeri kepala episodik yang infrequent berlangsung beberapa menit sampai
beberapa hari. Nyeri bilateral, rasa menekan atau mengikat dengan
intensitas ringan sampai sedang. Nyeri tidak bertambah pada aktifitas
rutin, tidak didapatkan mual tapi bisa ada fotofobia atau fonofobia.
Hampir sebagian besar dalam hidupnya seseorang pernah mengalami nyeri
kepala tumpul yang menyertai kelelahan, stress, nonton atau membaca
yang lama. Nyeri kepala ini sering memberi respons pengobatan dengan
analgesik biasa. Prevalensi nyeri kepala tension seperti pada migren
75% dengan kronik tension headache adalah wanita dan tidak ada
hubungannya dengan genetic. 40% mempunyai riwayat keluarga yang
menderita nyeri kepala tension. Kira-kira 15% nya sudah mulai menderita
sebelum usia 10 tahun.
E. EVALUASI DIAGNOSTIK
1. CT Scan, menjadi mudah dijangkau sebagai cara yang mudah dan aman untuk menemukan abnormalitas pada susunan saraf pusat.
2. MRI Scan, dengan tujuan mendeteksi kondisi patologi otak dan medula
spinalis dengan menggunakan tehnik scanning dengan kekuatan magnet untuk
membuat bayangan struktur tubuh.
3. Pungsi lumbal, dengan mengambil cairan serebrospinalis untuk
pemeriksaan. Hal ini tidak dilakukan bila diketahui terjadi peningkatan
tekanan intrakranial dan tumor otak, karena penurunan tekanan yang
mendadak akibat pengambilan CSF.
F. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaannya dapat dilakukan secara farmakologis maupun non farmakologis (Wikipedia, 2010) :
1. Secara Farmakologis
1. Penggunaan obat analgesik
Metode pengobatan yang paling umum kronis adalah penggunaan obat. Banyak
orang mencoba untuk mencari bantuan dari obat-obatan analgesik nyeri
seperti aspirin, asetaminofen, senyawa aspirin, ibuprofen, dan
narkotika. Namun demikian ada beberapa jenis obat seperti Ergotamin
(Cafergot), triptans (Imitrex), dan prednisone (Deltasone) bila
digunakan dalam jangka panjang dapat mengakibatkan peningkatan sakit
kepala. Obat penghilang rasa sakit tersebut hanya membantu sementara,
tetapi sakit kepala menjadi lebih re-aktif dan tumbuh dalam intensitas
bila digunakan terus-menerus (sakit kepala rebound). Ini benar-benar
dapat membuat tubuh kurang responsif terhadap pengobatan pencegahan.
Oleh karena itu, obat analgesik sering disarankan untuk sakit kepala
yang tidak kronis di alami.
2. Profilaksis (pencegahan) obat
Obat-obatan yang umum yang paling sering digunakan untuk mengobati
chepalgia kronis disebut obat-obatan profilaksis, yang digunakan untuk
mencegah sakit kepala. Obat-obatan profilaksis direkomendasikan untuk
pasien sakit kepala kronis karena percobaan bervariasi membuktikan bahwa
obat mengurangi frekuensi, keparahan, dan kecacatan yang berhubungan
dengan sakit kepala kronis. Mayoritas obat profilaksis bekerja dengan
menghambat atau meningkat neurotransmissions di otak, sering mencegah
otak dari menafsirkan sinyal rasa sakit.
Pencegahan obat-obatan termasuk gabapentin (gabapentin), Tizanidine
(Zanaflex), fluoxetine (Prozac), amitriptyline (Elavil), dan topiramate
(Topamax). Dalam pengujian, gabapentin ditemukan untuk mengurangi jumlah
hari sakit kepala per bulan sebesar 9,1% . Tizanidine ditemukan untuk
mengurangi frekuensi sakit kepala rata-rata per minggu, intensitas sakit
kepala, dan durasi sakit kepala berarti. Melalui penelitian, Fluoxetine
menghasilkan peringkat suasana hati lebih baik dan “peningkatan yang
signifikan dalam-bebas hari sakit kepala.” Satu studi menemukan bahwa
frekuensi sakit kepala selama jangka waktu 28 hari menurunkan untuk
pasien sakit kepala kronis pada penggunaan topiramate. Obat lain untuk
mencegah sakit kepala adalah toksin botulinum tipe A (BoNTA atau BOTOX),
yang diberikan melalui suntikan.
2. Secara Non farmakologis
1. Terapi Fisik
Dalam terapi fisik, pasien bekerja sama dengan ahli terapi untuk
membantu mengidentifikasi dan mengubah kebiasaan fisik atau kondisi yang
mempengaruhi sakit kepala kronis. Terapi fisik untuk sakit kepala
harian kronis berfokus pada tubuh bagian atas, termasuk punggung atas,
leher, dan wajah. Therapist menilai dan meningkatkan tubuh postur
pasien, yang dapat memperburuk sakit kepala. Selama sesi latihan,
terapis menggunakan terapi manual, seperti pijat, peregangan, atau
gerakan bersama untuk melepaskan ketegangan otot. Metode lain untuk
mengendurkan otot termasuk penggunaan rangsangan panas, kantong es, dan
“rangsangan listrik.” Terapis juga mengajarkan penderita sakit kepala
kronis-latihan di rumah untuk memperkuat dan peregangan otot-otot yang
dapat memicu sakit kepala. Dalam terapi fisik, pasien harus mengambil
peran aktif untuk berlatih latihan dan melakukan perubahan atau dia gaya
hidupnya untuk itu menjadi perbaikan.
2. Akupunktur
Studi akupunktur di Jerman menemukan bahwa 52,6% pasien melaporkan penurunan frekuensi sakit kepala.
3. Relaksasi
Relaksasi membantu untuk mengurangi ketegangan internal, yang
memungkinkan seseorang untuk mengendalikan sakit kepala yang dipicu oleh
stres.Latihan relaksasi mencakup 2 metode yaitu :
a. Metode Fisik
Relaksasi otot progresif dan teknik pernapasan dalam.
b. Metode Mental
Meditasi, relaksasi membantu tubuh untuk melepas lelah, mencegah pembentukan sakit kepala.
4. Biofeedback
Biofeedback sering digunakan untuk mengevaluasi efektivitas pelatihan
relaksasi. Salah satu biofeedback tes paling umum adalah electromyograph
(EMG), yang mengevaluasi aktivitas listrik yang dihasilkan oleh otot.
Biofeedback juga dapat mengukur aktivitas otak listrik melalui uji yang
disebut electroencephalograph (EEG). Tes lain, yang disebut termograf,
mengukur suhu kulit, karena ketika seseorang santai mereka telah
meningkatkan aliran darah dan temperatur yang lebih tinggi. Cara lain
adalah BVP biofeedback, yang mengajar pasien bagaimana mengatur dan
mengurangi amplitudo nadi dengan membatasi arteri. Ketika tegang,
seseorang meningkatkan aktivitas kelenjar keringat, yang diukur dengan
pengujian electrodermograph tangan. Metode Biofeedback telah terbukti
dapat digunakan. Sebuah penelitian yang melibatkan lima belas sesi
perawatan ditemukan bahwa biofeedback berhasil dalam mengurangi baik
frekuensi dan tingkat keparahan sakit kepala di debit dan dari waktu ke
waktu. Biofeedback memungkinkan penderita sakit kepala untuk
mengidentifikasi masalah dan kemudian berusaha untuk menguranginya.
5. Perubahan dalam diet
Banyak penderita sakit kepala kronis gagal untuk mengenali makanan atau
minuman sebagai faktor sakit kepala, karena konsumsi mungkin tidak
konsisten menyebabkan sakit kepala atau sakit kepala bisa tertunda.
Banyak bahan kimia dalam makanan tertentu dapat menyebabkan sakit kepala
kronis, termasuk kafein, monosodium glutamat ( MSG), nitrit, nitrat,
tyramine, dan alkohol. Beberapa makanan dan minuman yang penderita sakit
kepala kronis disarankan untuk menghindari termasuk minuman berkafein,
coklat, daging olahan, keju dan produk susu fermentasi, kacang, dan
alkohol.
6. Terapi perilaku dan terapi psikologis
Psikologi dan terapi perilaku mengidentifikasi situasi stress dan
mengajarkan pasien dengan sakit kepala kronis bereaksi berbeda, mengubah
perilaku mereka, atau menyesuaikan sikap untuk mengurangi ketegangan
yang mengarah ke sakit kepala. Perlakuan terutama berfokus pada
“emosional, mental, perilaku, dan faktor-faktor sosial” sebagai dampak
sakit kepala mereka. Pasien hanya disarankan untuk menghindari stres
ketika mereka berbagi beban atau masuk akal dengan orang lain.
G. KOMPLIKASI
Komplikasi yang dapat terjadi pada pasien dengan sakit kepala kronis
meliputi depresi, cemas, gangguan tidur, dan masalah fisik dan
psikologis lainnya.
ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
Data subyektif dan obyektif sangat penting untuk menentukan tentang penyebab dan sifat dari sakit kepala.
1. Data Subyektif
– Pengertian pasien tentang sakit kepala dan kemungkinan penyebabnya.
– Sadar tentang adanya faktor pencetus, seperti stress.
– Langkah – langkah untuk mengurangi gejala seperti obat-obatan.
– Tempat, frekwensi, pola dan sifat sakit kepala termasuk tempat nyeri, lama dan interval diantara sakit kepala.
– Awal serangan sakit kepala.
– Ada gejala prodromal atau tidak.
– Ada gejala yang menyertai.
– Riwayat sakit kepala dalam keluarga (khusus penting sekali bila migren).
– Situasi yang membuat sakit kepala lebih parah.
– Ada alergi atau tidak.
2. Data Obyektif
– Perilaku : gejala yang memperlihatkan stress, kecemasan atau nyeri.
– Perubahan kemampuan dalam melaksanakan aktifitas sehari – hari.
– Terdapat pengkajian anormal dari sistem pengkajian fisik sistem saraf cranial.
– Suhu badan
– Drainase dari sinus.
Dalam pengkajian sakit kepala, beberapa butir penting perlu dipertimbangkan. Diantaranya ialah :
o Sakit kepala yang terlokalisir biasanya berhubungan dengan sakit kepala migrain atau gangguan organik.
o Sakit kepala yang menyeluruh biasanya disebabkan oleh penyebab psikologis atau terjadi peningkatan tekanan intrakranial.
o Sakit kepala migren dapat berpindah dari satu sisi kesisi yang lain.
o Sakit kepala yang disertai peningkatan tekanan intrakranial biasanya timbil pada waktu bangun tidur atau sakit kepala tersebut
membengunkan pasien dari tidur.
o Sakit kepala tipe sinus timbul pada pagi hari dan semakin siang menjadi lebih buruk.
o Banyak sakit kepala yang berhubungan dengan kondisi stress.
o Rasa nyeri yang tumpul, menjengkelkan, menghebat dan terus ada, sering terjadi pada sakit kepala yang psikogenis.
o Bahan organis yang menimbulkan nyeri yang tetap dan sifatnya bertambah
terus.
o Sakit kapala migrain bisa menyertai
mentruasi.sakit kepala bisa didahului makan makanan yang mengandung monosodium glutamat, sodim nitrat, tyramine demikian juga alkohol.
o Tidur terlalu lama, berpuasa, menghirup bau-bauan yang toksis dalam
limngkungan kerja dimana ventilasi tidak cukup dapat menjadi penyebab
sakit kepala.
o Obat kontrasepsi oral dapat memperberat migrain.
o Tiap yang ditemukan sekunder dari sakit kepala perlu dikaji.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri kronik b.d stess dan ketegangan, iritasi/tekanan saraf, vasospasme, peningkatan tekana intrakranial.
2. Koping individual tak efektif b.d situasi krisis, kerentanan
personal, sistem pendukung tidak adequat, kelebihan beban kerja,
ketidakadequatan relaksasi, metode koping tidak adequat, nyeri berat,
ancaman berlebihan pada diri sendiri.
3. Kurang pengetahuan mengenai kondisi dan kebutuhan pengobatan b.d
kurang mengingat, tidak mengenal informasi, keterbatasab kognitif.
C.INTERVENSI
1. Nyeri kronik b.d stess dan ketegangan, iritasi/tekanan saraf, vasospasme, peningkatan tekana intrakranial.
Intervensi:
a. Pastikan durasi/episode masalah , siapa yang telah dikonsulkan, dan obat dan/atau terapi apa yang telah digunakan
b. Teliti keluhan nyeri, catat itensitasnya (dengan skala 0-10),
karakteristiknya (misal : berat, berdenyut, konstan) lokasinya, lamanya,
faktor yang memperburuk atau meredakan.
c. Catat kemungkinan patofisiologi yang khas, misalnya otak/meningeal/infeksi sinus, trauma servikal, hipertensi atau trauma.
d. Observasi adanya tanda-tanda nyeri nonverbal, seperi : ekspresi
wajah, posisi tubuh, gelisah, menangis/meringis, menarik diri,
diaforesis, perubahan frekuensi jantung/pernafasan, tekanan darah.
e. Kaji hubungan faktor fisik/emosi dari keadaan seseorang
f. Evaluasi perilaku nyeri
g. Catat adanya pengaruh nyeri misalnya: hilangnya perhatian pada hidup, penurunan aktivitas, penurunan berat badan.
h. Kaji derajat pengambilan langkah yang keliru secara pribadi dari pasien, seperti mengisolasi diri.
i. Tentukan isu dari pihak kedua untuk pasien/orang terdekat, seperti asuransi, pasangan/keluarga
j. Diskusikan dinamika fisiologi dari ketegangan/ansietas dengan pasien/orang terdekat
k. Instruksikan pasien untuk melaporkan nyeri dengan segera jika nyeri itu timbul.
l. Tempatkan pada ruangan yang agak gelap sesuai dengan indikasi.
m. Anjurkan untuk beristirahat didalam ruangan yang tenang.
n. Berikan kompres dingin pada kepala.
o. Berikan kompres panans lembab/kering pada kepala, leher, lengan sesuai kebutuhan.
p. Masase daerah kepala/leher/lengan jika pasien dapat mentoleransi sentuhan.
q. Gunakan teknik sentuhan yang terapeutik, visualisasi, biofeedback,
hipnotik sendiri, dan reduksi stres dan teknik relaksasi yang lain.
r. Anjurkan pasien untuk menggunakan pernyataan positif “Saya sembuh,
saya sedang relaksasi, Saya suka hidup ini”. Sarankan pasien untuk
menyadari dialog eksternal-internal dan katakan “berhenti” atau “tunda”
jika muncul pikiran yang negatif.
s. Observasi adanya mual/muntah. Berikan es, minuman yang mengandung karbonat sesuai indikasi.
2. Koping individual tak efektif b.d situasi krisis, kerentanan
personal, sistem pendukung tidak adequat, kelebihan beban kerja,
ketidakadequatan relaksasi, metode koping tidak adequat, nyeri berat,
ancaman berlebihan pada diri sendiri.
Intervensi.
a. Dekati pasien dengan ramah dan penuh perhatian. Ambil keuntungan dari kegiatan yang daoat diajarkan.
b. Bantu pasien dalam memahami perubahan pada konsep citra tubuh.
c. Sarankan pasien untuk mengepresikan perasaannya dan diskusi bagaimana
sakit kepala itu mengganggu kerja dan kesenangan dari hidup ini.
d. Pastikan dampak penyakitnya terhadap kebutuhan seksual.
e. Berikan informasi mengenai penyebab sakit kepala, penagnan, dan hasil yang diharapkan.
f. Kolaborasi
Rujuk untuk melakukan konseling dan/atau terapi keluarga atau kelas tempat pelatihan sikap asertif sesuai indikasi.
3. Kurang pengetahuan mengenai kondisi dan kebutuhan pengobatan b.d
kurang mengingat, tidak mengenal informasi, keterbatasab kognitif.
Intervensi ;
a. Diskusikan etiologi individual dari saki kepala bila diketahui.
b. Bantu pasien dalam mengidentifikasikan kemungkinan faktor
predisposisi, seperti stress emosi, suhu yang berlebihan, alergi
terhadap makanan/lingkungan tertentu.
c. Diskusikan tentang obat-obatan dan efek sampingnya. Nilai kembali
kebutuhan untuk menurunkan/menghentikan pengobatan sesuai indikasi
d. Instruksikan pasien/orang terdekat dalam melakukan program
kegiatan/latihan , makanan yang dikonsumsi, dan tindakan yang
menimbukan rasa nyaman, seprti masase dan sebagainya.
e. Diskusikan mengenai posisi/letak tubuh yang normal.
f. Anjurkan pasien/orang terdekat untuk menyediakan waktu agar dapat relaksasi dan bersenang-senang.
g. Anjurkan untuk menggunakan aktivitas otak dengan benar, mencintai dan tertawa/tersenyum.
h. Sarankan pemakaian musik-musik yang menyenangkan.
i. Anjurkan pasien untuk memperhatikan sakit kepala yang dialaminya dan
faktor-faktor yang berhubungan atau faktor presipitasinya.
j. Berikan informasi tertulis/semacam catatan petunjuk
k. Identifikasi dan diskusikan timbulnya resiko bahaya yang tidak nyata dan/atau terapi yang bukan terapi medis
DAFTAR PUSTAKA
Barbara C Long, 1996, Perawatan Medikal Bedah, Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan Padjajaran, Bandung.
Headache Classification Committee of the International Headache Society,
2004, The International Classification of Headache Disorders: 2nd
edition.
Marylin E. Doenges, 2000, Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, Edisi 3, EGC,
Jakarta.
Silberstein, 2005, Chronic daily headache, diakses pada 9 Mei 2010,
http://www.jaoa.org.
Silberstein and Lipton, 2001, Chronic daily headache including
transformed migraine, chronic tension-type headache, and medication
overuse. In: Silberstein SD, Lipton RB, Dalessio DJ, eds. Wolff’s
Headache and Other Head Pain. New York, NY: Oxford University Press
Smeltzer & Bare, 2002, Keperawatan Medikal Bedah, EGC, Jakarta.
Sylvia A & Price, W 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi 4 Buku 2. EGC, Jakarta.