Diriwayatkan, bahwa suatu ketika ada seorang laki-laki datang kepada Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam dan bertanya tentang Islam, maka dijawab oleh beliau, “Lima shalat dalam sehari semalam”. Berkata laki-laki tersebut, “Adakah kewajiban (shalat) yang lain atasku? Nabi menjawab, “Tidak ada, kecuali atas kemauanmu sendiri (tathawwu’).” (HR. Al-Bukhari)
( Shalat Sunnah Rawatib )
Yang dimaksud dengan shalat sunnah rawatib adalah shalat yang dianjurkan atau dilakukan sendiri oleh Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam yang beriringan dengan shalat lima waktu, baik sebelum atau sesudahnya. Dalil yang mengisyarat-kan hal itu adalah sebagaimana yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam shahihnya, Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam bersabda, “Tiadalah seorang hamba melakukan shalat karena Allah setiap harinya dua belas raka’at atas kemauan sendiri dan bukan karena wajib, melainkan Allah akan membangunkan untuknya sebuah rumah di Surga.”
Rincian dari Sunnah Rawatib ini adalah sebagai berikut:
- Dua raka’at sebelum fajar (Subuh).
- Empat raka’at sebelum Zhuhur dan dua atau empat raka’at
setelahnya.
- Empat raka’at sebelum Ashar.
- Dua Raka’at sebelum Maghrib dan dua setelahnya.
- Dua Raka’at sebelum Isya’ dan dua setelahnya.
( Shalat Malam serta Shalat Witir )
Nabi Shallallaahu alaihi wa Salam bersabda, “Puasa yang paling utama setelah puasa Ramadhan adalah puasa pada bulan-bulan Allah yang haram, dan shalat paling utama setelah shalat fardhu adalah shalat malam.” (HR. Muslim)
Dalam hadits lain dari Ibnu Umar Radhiallaahu anhu beliau juga bersabda, “Jadikanlah akhir shalatmu di waktu malam adalah ganjil (witir).” (Muttafaq ‘alaih)
Diriwayatkan dari Aisyah Radhiallaahu anha ia berkata, “Rasulullah biasa melakukan shalat antara selesai Isya’ hingga fajar sebanyak sebelas rakaat, beliau bersalam setiap dua raka’at dan berwitir satu kali.” (HR. Muslim)
Temasuk dalam kategori shalat malam adalah shalat tarawih di bulan Ramadhan yang dianjurkan agar dilakukan secara berjama’ah karena keutamaannya sangat besar.
( Shalat Dhuha/Isyraq )
Jumlah raka’at yang dianjurkan adalah dua, empat, enam, delapan atau dua belas raka’at, kesemuanya memiliki dasar dari hadits Nabi Shallallaahu alaihi wa Salam.
Dari Abu Darda’ Radhiallaahu anhu ia berkata, bersabda Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam , ”Berpagi-pagi setiap persendian salah seorang dari kalian harus bersedekah, setiap tasbih adalah sedekah, setiap tahmid adalah sedekah, setiap tahlil adalah sedekah, setiap takbir adalah sedekah, amar ma’ruf sedekah dan nahi mungkar sedekah. Sepadan dengan itu semua dua raka’at yang dilakukan pada waktu dhuha.” (HR. Muslim)
‘Imran bekas budak Utsman Radhiallaahu anhu menceritakan, bahwa ia pernah melihat Utsman bin Afan minta air lalu berwudhu dengannya. Selesai wudhu ia berkata, telah bersabda Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam, “Barang siapa berwudhu (seperti wudhuku ini) lalu shalat dua raka’at dan tidak berbicara terhadap diri sendiri, maka Allah akan mengampuni dosa-dosanya yang telah lalu.”(HR. Al-Bukhari-Muslim)
( Shalat Tahiyatul Masjid )
Dianjurkan kepada setiap muslim untuk melakukan shalat dua raka’at ketika masuk masjid dan ingin duduk di dalamnya.
Diriwayatkan dari Abu Qatadah as-Sulami Radhiallaahu anhu ia berkata, Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam bersabda, “Apabila salah seorang di antara kalian masuk masjid, maka hendaklah rukuk dua kali rukuk (shalat dua rakaat) sebelum duduk.”(HR. al-Bukhari-Muslim)
Dalam riwayat al-Bukhari disebutkan, “Apabila salah seorang di antara kalian masuk masjid, maka janganlah duduk sehingga shalat dua raka’at.”
Shalat antara Adzan dan Iqamah
Dari Abdullah bin Mughaffal berkata, Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam bersabda, “Di antara dua adzan ada shalat, di antara dua adzan ada shalat, pada kali ke tiga beliau mengatakan, bagi siapa yang menghendaki.” (HR . Syaikhani)
( Shalat Taubat )
Dari Ali bin Abi Thalib Shallallaahu alaihi wa Salam ia berkata, ”Aku mendengar Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam bersabda, “Tidaklah seseorang melakukan dosa kemudian ia bersuci (berwudhu) dan shalat lalu minta ampun kepada Allah, melainkan Allah akan mengampuni dosanya itu, beliau lalu membacakan firman Allah (QS. Ali Imran 135). (HR. at-Tirmidzi,
Abi Dawud dan dihasankan oleh al-Albani)
( Shalat Sebelum Jum’at )
Dari Abu Hurairah Radhiallaahu anhu, dari Nabi Shallallaahu alaihi wa Salam beliau bersabda, “Barangsiapa mandi kemudian mendatangi Jum’at, lalu shalat semampu yang ia lakukan, kemudian diam hingga imam selesai dari khutbahnya dan shalat bersamanya, maka diampuni dosa antara Jum’at sebelumnya ditambah lagi tiga hari.” (HR. Muslim)
( Shalat Ba’diyah Jum’at )
Dari Abu Hurairah Radhiallaahu anhu ia berkata, Rasululllah Shallallaahu alaihi wa Salam bersabda, ”Apabila salah seorang di antara kalian telah selesai Shalat Jum’at, maka hendaklah shalat empat rakaat sesudahnya” (HR Muslim)
( Shalat Datang dari Safar )
Dari Ka’ab bin Malik ia berkata, ”Adalah Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam apabila datang dari safar yang pertama dituju adalah masjid, lalu shalat di sana dua rakaat, kemudian duduk bersama orang- orang.”
Shalat Istikharah )
Dari Jabir bin Abdullah Radhiallaahu anhu ia berkata, alah Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam mengajarkan kepada kami istikharah (minta pilihan) dalam beberapa masalah, sebagaimana mengajarkan satu surat dari al-Qur’an.Beliau bersabda, “Apabila salah seorang di antara kalian ragu-ragu akan suatu urusan, maka shalatlah dua raka’at, bukan wajib lalu mengucapkan, “Allahumma inni astkhiruka…dst. (HR. Al-Bukhari)
( Shalat Gerhana )
Hukumnya sunnah muakkadah berdasarkan hadits Aisyah Radhiallaahu anha, dan disebutkan, bahwa shalat yang dilakukan adalah panjang, baik dalam berdiri, rukuk maupun sujud. Nabi dan para shahabat melakukan shalat ini sebanyak dua rakaat, dilakukan di masjid dengan tanpa adzan dan iqamah.
( Shalat Idain )
Disebutkan, bahwa Nabi Shallallaahu alaihi wa Salam tidak pernah meninggalkannya, dan beliau menyuruh orang-orang untuk ke luar menuju mushalla (tanah lapang).
Diriwayatkan dari Ummu Athiyah ia berkata, “Nabi Shallallaahu alaihi wa Salam memerintahkan kami agar ke luar pada dua hari raya, juga kepada para gadis dan anak-anak yang mendekati usia baligh. Beliau memerintahkan agar wanita yang sedang haid menjauhi tempat shalat-nya kaum muslimin.” (HR. Syaikhani)
( Shalat Istisqa’ )
Yaitu shalat minta hujan dan disyariatkan ketika lama tidak turun hujan sehingga mengalami kekeringan.
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas Radhiallaahu anhu ia berkata, “Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam ke luar dengan berpakaian sederhana, penuh tawadhu’ dan kerendahan. Sehingga tatkala sampai di mushalla, beliau naik ke atas mimbar, namun tidak berkhutbah sebagaimana khutbah kalian ini. Beliau terus menerus berdo’a, merendah kepada Allah, bertakbir kemudian shalat dua raka’at seperti shalat ketika Ied. (HR. Abu Dawud dan at-Tirmidzi dan di hasankan oleh al-Albani)
( Shalat Jenazah )
Menyalatkan jenazah seorang muslim hukumnya fardhu kifayah, apabila sebagian sudah ada yang melaksanakan, maka yang lain gugur kewajibannya. Shalat jenazah memiliki keutamaan yang amat besar sebagai-mana disebutkan dalam banyak hadits Nabi Shallallaahu alaihi wa Salam .
BEBERAPA MASALAH BERKAITAN DENGAN SHALAT SUNNAH
Shalat Sunnah Lebih Utama Dilakukan di Rumah.
Terkecuali dalam shalat-shalat yang secara khusus telah dijelaskan dengan dalil yang lebih rinci. Hal ini berda-sarkan keumuman hadits dari Zaid bin Tsabit Radhiallaahu anh, Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam bersabda, “Shalatlah kalian wahai manusia di dalam rumah kalian, karena sesung-guhnya shalat yang paling utama adalah shalatnya seseorang di dalam rumah-nya, kecuali shalat maktubah.” (HR. Syaikhoni)
Rutin Menunaikan Shalat Tathawwu’ lebih Utama Meskipun Sedikit.
Diriwayatkan dari Aisyah Radhiallaahu anha, Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam bersabda, “Wahai manusia hendaknya kalian beramal sesuai dengan kemampuan, karena sesungguhnya Allah itu tidak akan bosan, sehingga kalian sendiri yang bosan. Dan sesungguhnya amal yang paling dicintai Allah adalah yang dikerjakan terus menerus meskipun sedikit.” (Muttafaq ‘alaih).
Duduk dalam Shalat Sunnah
Dari Imran bin Hushain ia bertanya kepada Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam tentang sese- orang yang shalat dalam keadaan duduk, maka beliau menjawab, “Jika ia shalat dengan berdiri, maka itu lebih utama, barang siapa yang shalat dengan duduk, maka ia mendapat separuh pahala orang yang berdiri dan barang siapa yang shalat dengan berbaring, maka ia mendapat pahala separuh orang yang duduk.”(HR. Al-Bukhari)
Berkata at-Tirmidzi, “Menurut sebagian ulama yang dimaksudkan dalam hadits ini adalah shalat sunnah.”
Shalat Sunnah di atas Kendaraan
Dari Ibnu Umar Radhiallaahu anhu ia berkata, “Adalah Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam melakukan shalat di atas kendaraan ke manapun beliau menghadap, beliau juga berwitir di atasnya. Hanya saja ia tidak melakukan hal itu dalam shalat wajib (maktubah.”
Shalat Sunnah ketika Safar
Tidak ada petunjuk dari Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam tentang shalat sunnah sebelum dan sesudah shalat wajib ketika dalam kondisi safar kecuali qabliyah Subuh. Yang biasa beliau lakukan adalah shalat sunnah muthlaq.
Dari Amir bin Rubaiah ia berkata, “Aku melihat Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam di atas onta melakukan shalat dengan isyarat kepalanya. Beliau menghadap ke arah mana saja (tidak harus mengarah kiblat, red). Tidak pernah Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam melakukan yang demikian di dalam shalat wajib.” (Muttafaq ‘alaih)
Shalat Sunnah dengan Berjama’ah
Diperbolehkan shalat sunnah dengan berjama’ah, akan tetapi tidak boleh menyengaja secara terus mene-rus. Anas bin Malik Radhiallaahu anhu menceritakan, bahwa neneknya -Malikah-, pernah mengundang Nabi Shallallaahu alaihi wa Salam untuk makan di rumahnya. Nabi Shallallaahu alaihi wa Salam memenuhi undangan tersebut, dan seusai makan beliau bersabda, “Berdirilah kalian semua, aku akan shalat untuk kalian.”
Shalat yang Utama adalah yang Panjang Bacaannya.
Dari Jabirzia berkata, Rasulullah Shalallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Shalat yang paling utama adalah yang panjang berdirinya (baca-annya, red).” (HR. Muslim)
Sumber : Buletin, “Ashshalawatu ghairul mafrudhah.” Abdullah al-Qarni.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Mohon komentar dengan bijaksana