|
Kalau kita
menyusuri jalur Pantura (Pantai Utara) mulai dari Kabupaten Indramayu,
Subang, Karawang sampai Bekasi, maka akan kita lihat bahwa daerah ini
merupakan sentra produksi timun terbesar di Jawa Barat bahkan di Indonesia.
Ada beberapa hal menarik dalam budidaya timun di jalur
Pantura ini khususnya di Karawang dan Bekasi, terutama mengenai teknik
budidaya dan sistem pemodalannya. Seperti halnya komoditas pertanian yang
lain budidaya timun mempunyai peluang yang cukup menjanjikan apabila
ditangani secara intensif dan profesional serta pada waktu yang tepat. Namun
fluktuasi harga yang cukup tajam serta pekanya komoditas ini terhadap hama dan penyakit
menyebabkan tingginya resiko kegagalan dalam pembudidayaannya.
Sumber Permodalan
Petani/Pengebun timun yang
ada di daerah Karawang-Bekasi hampir 75% merupakan petani perantau yang
datang dari daerah Indramayu dan Subang.
|
Pengebun-pengebun ini
sebagian ada yang menggunakan modal pribadi tetapi kebanyakan mereka secara
berkelompok meminjam modal dari tengkulak/bandar.
Bahkan ada juga yang
mengajukan pinjaman ke bank. modal dari tengkulak/bandar ini akan dikembalikan
oleh petani setelah panen ke - 10 sampai 20 kali tergantung tinggi rendahnya
harga timun saat itu, dan pemodal mendapatkan komisi sebesar Rp. 50,00 - Rp.
100,00 per kg. timun. Menurut para pengebun timun yang sudah berpengalaman saat
ini untuk menanam timun 1 hektar diperlukan modal sebesar Rp. 6.500.000,00 s/d
Rp. 7.500.000,00.
Teknik Budidaya
Dilihat dari segi teknik
budidaya, sebenarnya budidaya timun di daerah Pantura ini masih bersifat
tradisional. Namun kelebihan dari petani/pengebun timun di daerah Karawang ini
adalah dari segi intensitas perawatan dan pemupukan, sehingga dari luasan 1 Ha.
mereka bisa menghasilkan 30 - 45 ton timun lokal dan 40 - 50 ton timun hibrida.
Tingginya produksi timun di daerah Pantura ini selain disebabkan oleh
intensitas perawatan khususnya penggunaan pestisida dan pemupukan yang cukup,
juga karena pemanfaatan lahan yang sangat efektif, sehingga dalam 1 Ha.
populasi tanaman + 40.000 - 50.000 tanaman. Hal ini bisa terjadi karena
ukuran bedengan hanya 50 - 60 cm lebarnya, dengan jarak tanam 25 - 30 cm untuk
timun lokal dan 30 - 40 cm untuk timun hibrida. Panjang bedengan 10 - 20 m atau
sesuai dengan ukuran petak sawah atau kebun. Jarak antar bedengan 50 -60 cm.
Pencarian lokasi tanaman biasanya
mengikuti musim tanam padi. Apabila penanaman timun dilakukan di tanah sawah
dengan sistem irigasi teknis atau dekat dengan sumber air, maka harga sewa
tanah tersebutberkisar antara Rp. 500.000,00 - Rp. 700.000, sedangkan apabila
merupakan tanah kering/tegal yang sulit/jauh sumber irigasinya, harga sewanya
lebih murah + Rp. 300.000,00 - Rp. 500.000,00/Ha.
Pengolahan tanah untuk
budidaya timun di Karawang ini dilakukan dengan sistem borongan dengan cara
pembuatan bedengan secara langsung. Biaya pengolahan tanah secara borongan ini
adalah Rp. 1.400.000,00. per hektar Pengolahan tanah atau pembuatan bedengan
ini akan selesai dalam 5 - 7 hari.
Untuk tujuan budidaya timun
ini para petani timun biasanya sudah siap dengan benih yang dibawa dari
daerahnya (Indramayu dan Subang). Benih-benih ini dulunya berasal dari
kios-kios pertanian yang sudah diturunkan/dibenihkan lagi. Tetapi sebagian dari
mereka ada yang membeli dari teman/tetangga. Untuk benih-benih timun lokal ini
mereka bisa menjual seharga Rp. 30.000 - 40.000/liter dan membeli seharga Rp.
50.000 - 60.000/liter.
Penanaman timun di daerah
Karawang-Bekasi ini dilakukan secara langsung (direct planting) dengan tugal.
Untuk luasan 1 Ha. diperlukan + 2.000 gram benih timun. Penanaman timun
bisa dilakukan dalam satu hari dengan tenaga kerja sebanyak 10 orang. Kebutuhan
pupuk dan pestisida sangat diperhatikan dalam budidaya timun. Para petani yang
sudah berpengalaman sadar dan tahu bahwa timun sangat peka terhadap pupuk dan
serangan hama
dan penyakit, sehingga mereka tidak mau mengambil resiko dengan mengurangi
kebutuhan pupuk dan pestisida pada tanaman timunnya. Untuk mendapatkan hasil
yang optimal petani timun biasanya menggunakan beberapa jenis pupuk antara lain
: Urea : 1000 Kg/Ha, NPK : 300 Kg/Ha, SP-36 : 200 Kg/Ha, ZA : 200 Kg/Ha, KNO3 :
50 Kg/Ha, KCl : 100 Kg/Ha, Pupuk daun : 2,5 lt/Ha, ZPT : 2,5 ml/Ha, Fungisida :
4 Kg/Ha dan insektisida : 3 lt/Ha. Pemakaian pupuk daun jarang sekali dijumpai
pada petani timun di daerah Pantura. Tetapi untuk pemakaian hormon dan ZPT
cukup intensif terutama memasuki fase generatif. Demikian halnya dengan
insektisida pemakaiannya sangat intensif sama dengan fungisida yang sangat
membantu dalam mengendalikan penyakit kresek (Downy mildew).
|
Perawatan tanaman dimulai
ketika tanaman berumur 5 - 10 hari. Pada umur 5 HST biasanya petani melakukan
penyulaman pada lubang-lubang tanam yang kosong (tidak tumbuh) dan
penjarangan pada lubang tanam yang berisi 3 tanaman/lebih. Setelah kegiatan
penyulaman dilanjutkan dengan penyiangan terhadap rumput dan penutupan rongga
tanah disekitar lubang tanam untuk memperkokoh tegaknya batang timun.
Kegiatan selanjutnya adalah pemopokan. Pemopokan ditujukan untuk menutup
rerumputan yang tumbuh di atas bedengan serta memberi efek dingin pada media
tumbuh sehingga akar dapat tumbuh dan berkembang dengan baik.
|
|
Setelah pemopokan selesai
dilanjutkan dengan pemasangan lanjaran/teturus. Kebutuhan lanjaran/teturus
adalah 45.000 - 50.000 batang/hektar. Harga teturus Rp. 25,00 - Rp.
30,00/batang. Pada umur 12 HST dilakukan pemupukan susulan dengan cara dikocor.
Pupuk susulan yang dikocorkan ini terdiri dari Urea : ZA : SP-36 : DAP : KNO3
dengan perbandingan 1 : 1 : 1 : 1 : 1/4 atau 100 gram Urea + 100 gram ZA + 100
gram DAP + 25 gram KNO3 dilarutkan dalam 10 liter air. Pupuk susulan ini
dilakukan sebanyak 5 - 6 kali, yaitu umur 12 HST, 15 HST, 18 HST, 19 HST, 22
HST dan 25 HST. Perawatan tanaman lainnya adalah pengikatan lanjaran dan cabang
timun. Penyemprotan insektisida dan fungisida mulai umur 10 HST dengan interval
3 hari.
Penyemprotan pupuk daun,
insektisida, fungisida serta ZPT biasanya dijadikan satu agar pemakaian tenaga
kerja lebih efisien dan pelaksanaannya juga disesuaikan dengan keadaan dan umur
tanaman serta serangan hama
dan penyakit. Pemupukan susulan selanjutnya diberikan secara kering dengan
ditugalkan diantara 4 lubang tanam atau dengan hanya ditabur ditengah bedengan.
Pupuk susulan kering ini terdiri dari Urea : SP-36 : KCl dan NPK dengan
perbandingan 2 : 1/2 : 1/2 : 1 diberikan pada umur 26 HST.
Panen dan Pemasaran Panen
timun biasanya bisa dimulai pada umur 33 - 35 HST. tergantung tingkat kesuburan
tanah dan varietas yang ditanam. Pemanenan buah timun dilakukan tiap hari agar
bentuk dan ukuran buah masuk dalam permintaan pasar induk Jakarta. Ukuran standar buah timun di daerah
Karawang adalah panajang buah 12 - 15 cm dengan diameter buah 2,5 - 3,5 cm.
Pemasaran buah timun di daerah Karawang bisa dikatakan sangat mudah dan
terjamin, sebab petani timun tidak perlu menjual/mengirim hasil panennya ke
pasar induk.
Mereka hanya memetik buah
kemudian menimbangnya, setelah itu para tengkulak/bandar datang menawar timun
mereka. Tetapi untuk petani yang meminjam modal dari para bandar ini mereka
harus rela hasil panen mereka dibawa bandar ke pasar tanpa tahu harga timun
pada hari itu. Mereka baru tahu harga timun besok atau bahkan beberapa hari
setelah timun mereka dijual oleh Bandar Lapak (pemilik kios) di Pasar Induk
Jakarta, seperti Pasar Induk Cibitung, Kramatjati, Kebayoran dan lain-lain.
Permasalahan yang dihadapi
oleh para petani timun di daerah Pantura khususnya Karawang adalah tidak adanya
standar yang pasti besarnya komisi yang diambil oleh para pemodal. Sebab dalam
prakteknya, komisi yang seharusnya berkisar anatara Rp. 50,00 - Rp. 100,00/Kg,
kenyataannya bisa berubah menjadi Rp. 150,00 - Rp. 250,00/Kg.
Dengan keadaan ini tentunya
keuntungan petani menjadi sangat kecil, sehingga sulit bagi mereka untuk
meningkatkan pendapatan per satuan luas. Sedangkan untuk berusaha dengan modal
pribadi mereka juga tidak sanggup. Hal ini tentunya merupakan dilema yang sulit
untuk dipecahkan.
Melihat kenyataan itu
tentunya diperlukan perhatian dari beberapa pihak terutama Pemerintah melalui
beberapa program seperti Dana Jaring Pengaman Sosial (JPS) dan Kredit Usaha
Tani (KUT) yang diharapkan bisa membantu petani timun ini agar tidak terus-menerus
terjerat dan tergantung kepada modal para tengkulak atau bandar yang tidak ada
standar yang pasti besarnya komisi, belum ditambah bungannya yang cukup besar.
Keuntungan optimal akan dengan mudah dicapai apabila petani timun memakai modal
pribadikarena mereka bisa menjual dengan harga yang lebih mahal tanpa dipotong
komisi dari para bandar yang membeli hasil panennya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Mohon komentar dengan bijaksana