Kamis, 04 Juni 2015

BUDIDAYA TIMUN ALA KARAWANG



Kalau kita menyusuri jalur Pantura (Pantai Utara) mulai dari Kabupaten Indramayu, Subang, Karawang sampai Bekasi, maka akan kita lihat bahwa daerah ini merupakan sentra produksi timun terbesar di Jawa Barat bahkan di Indonesia.
Ada beberapa hal menarik dalam budidaya timun di jalur Pantura ini khususnya di Karawang dan Bekasi, terutama mengenai teknik budidaya dan sistem pemodalannya. Seperti halnya komoditas pertanian yang lain budidaya timun mempunyai peluang yang cukup menjanjikan apabila ditangani secara intensif dan profesional serta pada waktu yang tepat. Namun fluktuasi harga yang cukup tajam serta pekanya komoditas ini terhadap hama dan penyakit menyebabkan tingginya resiko kegagalan dalam pembudidayaannya.
Sumber Permodalan
Petani/Pengebun timun yang ada di daerah Karawang-Bekasi hampir 75% merupakan petani perantau yang datang dari daerah Indramayu dan Subang.


Pengebun-pengebun ini sebagian ada yang menggunakan modal pribadi tetapi kebanyakan mereka secara berkelompok meminjam modal dari tengkulak/bandar.
Bahkan ada juga yang mengajukan pinjaman ke bank. modal dari tengkulak/bandar ini akan dikembalikan oleh petani setelah panen ke - 10 sampai 20 kali tergantung tinggi rendahnya harga timun saat itu, dan pemodal mendapatkan komisi sebesar Rp. 50,00 - Rp. 100,00 per kg. timun. Menurut para pengebun timun yang sudah berpengalaman saat ini untuk menanam timun 1 hektar diperlukan modal sebesar Rp. 6.500.000,00 s/d Rp. 7.500.000,00.
Teknik Budidaya
Dilihat dari segi teknik budidaya, sebenarnya budidaya timun di daerah Pantura ini masih bersifat tradisional. Namun kelebihan dari petani/pengebun timun di daerah Karawang ini adalah dari segi intensitas perawatan dan pemupukan, sehingga dari luasan 1 Ha. mereka bisa menghasilkan 30 - 45 ton timun lokal dan 40 - 50 ton timun hibrida. Tingginya produksi timun di daerah Pantura ini selain disebabkan oleh intensitas perawatan khususnya penggunaan pestisida dan pemupukan yang cukup, juga karena pemanfaatan lahan yang sangat efektif, sehingga dalam 1 Ha. populasi tanaman + 40.000 - 50.000 tanaman. Hal ini bisa terjadi karena ukuran bedengan hanya 50 - 60 cm lebarnya, dengan jarak tanam 25 - 30 cm untuk timun lokal dan 30 - 40 cm untuk timun hibrida. Panjang bedengan 10 - 20 m atau sesuai dengan ukuran petak sawah atau kebun. Jarak antar bedengan 50 -60 cm.
Pencarian lokasi tanaman biasanya mengikuti musim tanam padi. Apabila penanaman timun dilakukan di tanah sawah dengan sistem irigasi teknis atau dekat dengan sumber air, maka harga sewa tanah tersebutberkisar antara Rp. 500.000,00 - Rp. 700.000, sedangkan apabila merupakan tanah kering/tegal yang sulit/jauh sumber irigasinya, harga sewanya lebih murah + Rp. 300.000,00 - Rp. 500.000,00/Ha.
Pengolahan tanah untuk budidaya timun di Karawang ini dilakukan dengan sistem borongan dengan cara pembuatan bedengan secara langsung. Biaya pengolahan tanah secara borongan ini adalah Rp. 1.400.000,00. per hektar Pengolahan tanah atau pembuatan bedengan ini akan selesai dalam 5 - 7 hari.
Untuk tujuan budidaya timun ini para petani timun biasanya sudah siap dengan benih yang dibawa dari daerahnya (Indramayu dan Subang). Benih-benih ini dulunya berasal dari kios-kios pertanian yang sudah diturunkan/dibenihkan lagi. Tetapi sebagian dari mereka ada yang membeli dari teman/tetangga. Untuk benih-benih timun lokal ini mereka bisa menjual seharga Rp. 30.000 - 40.000/liter dan membeli seharga Rp. 50.000 - 60.000/liter.
Penanaman timun di daerah Karawang-Bekasi ini dilakukan secara langsung (direct planting) dengan tugal. Untuk luasan 1 Ha. diperlukan + 2.000 gram benih timun. Penanaman timun bisa dilakukan dalam satu hari dengan tenaga kerja sebanyak 10 orang. Kebutuhan pupuk dan pestisida sangat diperhatikan dalam budidaya timun. Para petani yang sudah berpengalaman sadar dan tahu bahwa timun sangat peka terhadap pupuk dan serangan hama dan penyakit, sehingga mereka tidak mau mengambil resiko dengan mengurangi kebutuhan pupuk dan pestisida pada tanaman timunnya. Untuk mendapatkan hasil yang optimal petani timun biasanya menggunakan beberapa jenis pupuk antara lain : Urea : 1000 Kg/Ha, NPK : 300 Kg/Ha, SP-36 : 200 Kg/Ha, ZA : 200 Kg/Ha, KNO3 : 50 Kg/Ha, KCl : 100 Kg/Ha, Pupuk daun : 2,5 lt/Ha, ZPT : 2,5 ml/Ha, Fungisida : 4 Kg/Ha dan insektisida : 3 lt/Ha. Pemakaian pupuk daun jarang sekali dijumpai pada petani timun di daerah Pantura. Tetapi untuk pemakaian hormon dan ZPT cukup intensif terutama memasuki fase generatif. Demikian halnya dengan insektisida pemakaiannya sangat intensif sama dengan fungisida yang sangat membantu dalam mengendalikan penyakit kresek (Downy mildew).

Perawatan tanaman dimulai ketika tanaman berumur 5 - 10 hari. Pada umur 5 HST biasanya petani melakukan penyulaman pada lubang-lubang tanam yang kosong (tidak tumbuh) dan penjarangan pada lubang tanam yang berisi 3 tanaman/lebih. Setelah kegiatan penyulaman dilanjutkan dengan penyiangan terhadap rumput dan penutupan rongga tanah disekitar lubang tanam untuk memperkokoh tegaknya batang timun. Kegiatan selanjutnya adalah pemopokan. Pemopokan ditujukan untuk menutup rerumputan yang tumbuh di atas bedengan serta memberi efek dingin pada media tumbuh sehingga akar dapat tumbuh dan berkembang dengan baik.

Setelah pemopokan selesai dilanjutkan dengan pemasangan lanjaran/teturus. Kebutuhan lanjaran/teturus adalah 45.000 - 50.000 batang/hektar. Harga teturus Rp. 25,00 - Rp. 30,00/batang. Pada umur 12 HST dilakukan pemupukan susulan dengan cara dikocor. Pupuk susulan yang dikocorkan ini terdiri dari Urea : ZA : SP-36 : DAP : KNO3 dengan perbandingan 1 : 1 : 1 : 1 : 1/4 atau 100 gram Urea + 100 gram ZA + 100 gram DAP + 25 gram KNO3 dilarutkan dalam 10 liter air. Pupuk susulan ini dilakukan sebanyak 5 - 6 kali, yaitu umur 12 HST, 15 HST, 18 HST, 19 HST, 22 HST dan 25 HST. Perawatan tanaman lainnya adalah pengikatan lanjaran dan cabang timun. Penyemprotan insektisida dan fungisida mulai umur 10 HST dengan interval 3 hari.
Penyemprotan pupuk daun, insektisida, fungisida serta ZPT biasanya dijadikan satu agar pemakaian tenaga kerja lebih efisien dan pelaksanaannya juga disesuaikan dengan keadaan dan umur tanaman serta serangan hama dan penyakit. Pemupukan susulan selanjutnya diberikan secara kering dengan ditugalkan diantara 4 lubang tanam atau dengan hanya ditabur ditengah bedengan. Pupuk susulan kering ini terdiri dari Urea : SP-36 : KCl dan NPK dengan perbandingan 2 : 1/2 : 1/2 : 1 diberikan pada umur 26 HST.
Panen dan Pemasaran Panen timun biasanya bisa dimulai pada umur 33 - 35 HST. tergantung tingkat kesuburan tanah dan varietas yang ditanam. Pemanenan buah timun dilakukan tiap hari agar bentuk dan ukuran buah masuk dalam permintaan pasar induk Jakarta. Ukuran standar buah timun di daerah Karawang adalah panajang buah 12 - 15 cm dengan diameter buah 2,5 - 3,5 cm. Pemasaran buah timun di daerah Karawang bisa dikatakan sangat mudah dan terjamin, sebab petani timun tidak perlu menjual/mengirim hasil panennya ke pasar induk.
Mereka hanya memetik buah kemudian menimbangnya, setelah itu para tengkulak/bandar datang menawar timun mereka. Tetapi untuk petani yang meminjam modal dari para bandar ini mereka harus rela hasil panen mereka dibawa bandar ke pasar tanpa tahu harga timun pada hari itu. Mereka baru tahu harga timun besok atau bahkan beberapa hari setelah timun mereka dijual oleh Bandar Lapak (pemilik kios) di Pasar Induk Jakarta, seperti Pasar Induk Cibitung, Kramatjati, Kebayoran dan lain-lain.
Permasalahan yang dihadapi oleh para petani timun di daerah Pantura khususnya Karawang adalah tidak adanya standar yang pasti besarnya komisi yang diambil oleh para pemodal. Sebab dalam prakteknya, komisi yang seharusnya berkisar anatara Rp. 50,00 - Rp. 100,00/Kg, kenyataannya bisa berubah menjadi Rp. 150,00 - Rp. 250,00/Kg.
Dengan keadaan ini tentunya keuntungan petani menjadi sangat kecil, sehingga sulit bagi mereka untuk meningkatkan pendapatan per satuan luas. Sedangkan untuk berusaha dengan modal pribadi mereka juga tidak sanggup. Hal ini tentunya merupakan dilema yang sulit untuk dipecahkan.
Melihat kenyataan itu tentunya diperlukan perhatian dari beberapa pihak terutama Pemerintah melalui beberapa program seperti Dana Jaring Pengaman Sosial (JPS) dan Kredit Usaha Tani (KUT) yang diharapkan bisa membantu petani timun ini agar tidak terus-menerus terjerat dan tergantung kepada modal para tengkulak atau bandar yang tidak ada standar yang pasti besarnya komisi, belum ditambah bungannya yang cukup besar. Keuntungan optimal akan dengan mudah dicapai apabila petani timun memakai modal pribadikarena mereka bisa menjual dengan harga yang lebih mahal tanpa dipotong komisi dari para bandar yang membeli hasil panennya.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Mohon komentar dengan bijaksana